September 12, 2008

Diagnosa Keperawatan NANDA : Gangguan Fungsi Pernapasan

Menurut taksonomi II NANDA 2007-2008, diagnosis yang berhubungan dengan fungsi pernafasan adalah:

Ineffective airway clearance (bersihan jalan nafas tidak efektif)
Risk for aspiration (risiko aspirasi)
Ineffetive breathing pattern (pola nafas tidak efektif)
Impaired gas exchange (gangguan pertukaran gas)
Risk for suffocation
Impaired spontaneous ventilation (gangguan ventilasi spontan)
Dysfungsional ventilatory weaning response

Dari sekian banyak diagnosis keperawatan untuk fungsi pernafasan, diagnosis nomer 1, 3 dan 4 mungkin adalah diagnosis yang paling sering digunakan.
Bersihan jalan nafas tidak efektif (hal. 5). Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas. Tanda: ketidakmampuan batuk, suara nafas, perubahan frekuensi nafas, sianosis, kesulitan bicara, dyspnea, sputum berlebihan, batuk tidak efektif, orthopnea, kesulitan tidur dan mata lebar.
Pola nafas tidak efektif (hal. 26). Inspirasi dan ekspirasi tidak dapat memenuhi ventilasi dengan adequat. Bisa dikarenakan kecemasan, posisi tubuh, kelelahan, gangguan muskuloskeletal, hiperventilasi, hipoventilasi, kegemukan, nyeri, dll.
Gangguan pertukaran gas (hal. 94). Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida di membran kapiler-alveoli. Tandanya: hiperkapnea, hiperkarbia, hipoksia, dyspnea, hipoksemia, kesulitan tidur, takikardia, diaporesis, dll.

Diagnosa Keperawatan NANDA : ELIMINASI

Berikut ini beberapa diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan eliminasi:

Bowel incontinence (p. 22) atau inkontinensia alvi/faeces. Perubahan pola kebiasaan defekasi. Bisa diakibatkan oleh diare kronis, pola makan, immobilisasi, stres, pengobatan, kurang kebersihan pada saat toileting, dll. Bedakan dengan diagnosis “Diare”. Pada diagnosis ini, faeces biasa, hanya polanya saja yang berubah. Misalnya rutin sehari sekali, karena faktor-faktor yang berhubungan, menjadi dua atau tiga hari sekali.

Diarrhea (p. 71) atau diare. Data utamanya adalah faeces tidak berbentuk sampai dengan cair. Indokator utamanya adalah buang air besar (cair) minimal tiga kali dalam satu hari. Hasil auskultasi abdomen, kram perut dan nyeri perut merupakan tanda-gejala yang lainnya. Faktor yang berhubungan dibagi menjadi tiga kelompok; fisiologis, psikologis dan situasional. Misalnya karena kecemasan, tingkat stres tinggi, proses peradangan, iritasi, malabsorpsi, keracunan, perjalanan jauh, konsumsi alkohol dan pengaruh radiasi.

Impaired urinary elimination (p. 234) atau gangguan eliminasi urin. Karakteristiknya: disuria, frekuensi buang air kecil meningkat, hesitansi, inkontinensia, nokturia. Di NANDA memang agak sedikit rancu. Salah satu karakteristik yang disebutkan untuk diagnosis ini adalah “retention”. Padahal sudah ada diagnosis “Retensi urine”. Sehingga disarankan kalau pasien memang mengalami retensi urin, langsung diangkat saja menjadi diagnosis “Retensi urin”. Untuk mengangkat diagnosis keperawatan “Gangguan eliminasi urin”, perlu dijelaskan gangguan yang mana. Jika pasien mengeluh sering terbangun untuk kencing di malam hari, maka bisa diambil “Gangguan eliminasi urin: nokturia”. Jika pasien beser (buang air kecil tidak terkontrol dan terus menerus), bisa diangkat menjadi “Gangguan eliminasi urin: inkontinensia”. Dan seterusnya, sesuai data yang diperoleh dari pengkajian.

Readiness for enhanced urinary elimination (p. 235) atau potensial peningkatan eliminasi urine (diagnosis sejahtera).

Urinary retention (p. 236) atau retensi urin. Tidak dapat mengosongkan urin secara lampias. Karakteristiknya: palpasi blader terasa tegang, sakit saat buang air kecil, sampai dengan tidak keluarnya urin sama sekali. Faktor yang berhubungan: kekuatan spincter, tekanan tinggi pada uretral dan adanya hambatan (harus dibuktikan dengan adanya hasil pemeriksaan).
Constipation (p. 44) atau konstipasi
Perceived constipation (p. 46) atau perkiraan konstipasi (klien mendiagnosis dirinya sendiri menderita konstipasi, biasanya faktor yang berhubungan adalah kepercayaan budaya, kepercayaan keluarga, pemahaman yang salah atau gangguan proses pikir)

Risk for constipation (p. 47) atau resiko konstipasi.

Diagnosa NANDA Terbaru

Activity/RestActivity intolerance (specify level)
Activity intolerance, for
Disuse syndrome, risk for
Divers ional activity deficit
Fatigue
Sleep pattern disturbance
CirculationAdaptive capacity: intracranial, decreased
Cardiac output, decreased
Dysreflexia
Tissue perfusion, altered (specify): cerebral, cardiopulmonary, renal, gastrointestinal, peripheral
Ego IntegrityAdjustment, impaired
Anxiety (mild, moderate, severe, panic)
Body image disturbance
Coping, defensive
Coping, individual, ineffective
Decisional conflict
Denial, ineffective
Energy field disturbance
Fear
Grieving, anticipatory
Grieving, dysfunctional
Hopelessness
Personal identity disturbance
Post-trauma response (specify stage)
Powerlessness
Rape-trauma syndrome (specify)
Rape-trauma syndrome: compound reaction
Rape-trauma syndrome: silent reaction
Relocation stress syndrome
Self-esteem, chronic low
Self-esteem disturbance
Self-esteem, situational low
Spiritual distress (distress of the human spirit)
Spiritual well being, enhanced, potential for
EliminationBowel incontinence
Constipation
Constipation, colonic
Constipation, perceived
Diarrhea
Incontinence, functional
Incontinence, reflex
Incontinence, stress
Incontinence, total
Incontinence, urge
Urinary elimination, altered
Urinary retention, (acute/chronic)
Food/FluidBreastfeeding, effective
Breastfeeding, ineffective
Breastfeeding, interrupted
Fluid volume deficit (active loss)
Fluid volume deficit (regulatory failure)
Fluid volume deficit, risk for
Fluid volume excess
Infant feeding pattern, ineffective
Nutrition: altered, less than body requirements
Nutrition: altered, more than body requirements
Nutrition: altered, risk for more than body requirements
Oral mucous membrane, altered
Swallowing, impaired
HygieneSelf-care deficit (specify level): feeding, bathing/hygiene, dressing/ grooming, toileting
NeurosensoryConfusion, acute
Confusion, chronic
Infant behavior, disorganized
Infant behavior, disorganized, risk for
Infant behavior, organized, potential for enhanced
Memory, impaired
Peripheral neurovascular dysfunction, risk for
Sensory perception alterations (specify): visual, auditory, kinesthetic, gustatory, tactile, olfactory
Thought processes, altered
Unilateral neglect
Pain/DiscomfortPain
Pain, acute
Pain, chronic
Respiration
Airway clearance, ineffective
Aspiration, risk for
Breathing pattern, ineffective
Gas exchange, impaired
Spontaneous ventilation, inability to sustain
Ventilator weaning response, dysfunctional (DVWR)
Safety
Body temperature, altered, risk for
Environmental interpretation syndrome, impaired
Health maintenance, altered
Home maintenance management, impaired
Hyperthermia
Hypothermia
Infection, risk for
Injury, risk for
Perioperative positioning injury, risk for
Physical mobility, impaired
Poisoning, risk for
Protection, altered
Self-mutilation, risk for
Skin integrity, impaired
Skin integrity, impaired, risk for
Suffocation, risk for
Thermoregulation, ineffective
Tissue integrity, impaired
Trauma, risk for
Violence, (actual)/risk for:
directed at self/others
Sexuality(component of ego integrity and social interaction)
Sexual dysfunction
Sexuality patterns, altered
Social Interaction
Caregiver role strain
Caregiver role strain, risk for
Communication, impaired verbal
Communitycoping, enhanced, potential for
Community coping, ineffective
Family coping, ineffective
Family coping, potential for growth
Family processes, altered: alcoholism (substance abuse)
Family processes, altered
Loneliness, risk for
Parental role conflict
Parent/infant/child attachment, altered, risk for
Parenting, altered
Parenting, altered, risk for
Role performance, altered
Social interaction, impaired
Social isolation
Teaching/Learning
Growth and development, altered
Health-seeking behaviors (specify)
Knowledge deficit (learning need) (specify)
Noncompliance (compliance, altered) (specify)
Therapeutic regimen: community, ineffective management
Therapeutic regimen: families, ineffective management
Therapeutic regimen: individual, effective management
Therapeutic regimen: individual, ineffective management

Download Askep

Askep Tetanus
Silahkan download disini

Askep CHF
Silahkan download disini

September 11, 2008

ASKEP TRAUMA KAPITIS

Pengertian

“Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor menrupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanent” (York, 2000). Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2000), trauma capitis adalah “gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak”



Tipe-Tipe Trauma :



Trauma Kepala Terbuka: Faktur linear daerah temporal menyebabkan pendarahan epidural, Faktur Fosa anterior dan hidung dan hematom faktur lonsitudinal. Menyebabkan kerusakan meatus auditorius internal dan eustachius.
Trauma Kepala Tertutup
Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis ringan, pingsan + 10 menit, pusing dapat menyebabkan kerusakan struktur otak.
Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil di jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK.
Pendarahan Intrakranial, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Hematoma yang berkembang dalam kubah tengkorak akibat dari cedera otak. Hematoma disebut sebagai epidural, Subdural, atau Intra serebral tergantung pada lokasinya.


Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala.

The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):

Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)

Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
Konkusi
Amnesia pasca trauma
Muntah
Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)

Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
Penurunan derajat kesadaran secara progresif
Tanda neurologis fokal
Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.


Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):

Cidera kepala ringan /minor

SKG 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma.
Cidera kepala sedang

SKG 9-12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Cidera kepala berat

SKG 3-8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intrakranial.
Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesia pasca trauma yang di bagi menjadi :

Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang dari 30 menit
Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak
Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.


Arif mansjoer, dkk (2000) mengklasifikasikan cidera kepala berdasarakan mekanisme, keparahan dan morfologi cidera.

Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter:

v Trauma tumpul : Kecepatan tinggi(tabrakan mobil).

: Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul).

v Trauma tembus(luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya.



Keparahan cidera

v Ringan : Skala koma glasgow(GCS) 14-15.

v Sedang : GCS 9-13.

v Berat : GCS 3-8.



Morfologi

v Fraktur tengkorak : kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup. Basis:dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII.

v Lesi intrakranial : Fokal: epidural, subdural, intraserebral. Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cidera difus.



Jenis-jenis cidera kepala (Suddarth, dkk, 2000, l2210-2213)

Cidera kulit kepala. Cidera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cidera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.
Fraktur tengkorak. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di sebabkan oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.
Cidera Otak. Cidera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cidera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Komosio. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Komosio dipertimbangkan sebagai cidera kepala minor dan dianggap tanpa sekuele yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan dan kadang efek residu dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan kerja.
Kontusio. Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan gerakkan, denyut nadi lemah, pernafsan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.
Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah kranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala, efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.
Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cidera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini karena fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal; haemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.
Hematoma sub dural. Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar, suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik. Tergantung ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma sub dural akut d hubungkan dengan cidera kepala mayor yang meliputi kontusio dan laserasi. Sedangkan Hematoma sub dural sub akut adalah sekuele kontusio sedikit berat dan di curigai pada pasien gangguan gagal meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Dan Hematoma sub dural kronik dapat terjadi karena cidera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia.
Haemoragi intraserebral dan hematoma. Hemoragi intraserebral adalah perdaraan ke dalam substansi otak. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cidera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cidera peluru atau luka tembak; cidera kumpil).


Etiologi

Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :

Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.


Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :

v Lokasi

v Kekuatan

v Fraktur infeksi/ kompresi

v Rotasi

v Delarasi dan deselarasi



Mekanisme cedera kepala

Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.
Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.


Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama ( Hoffman, dkk, 1996):

Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir kompleks
Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas


Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :

Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
Respon pupil mungkn lenyap.
Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK.
Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.


Pemeriksaan Dianostik:

CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel pergeseran cairan otak.
MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak..
PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan TIK.
GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.


Komplikasi

Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.


Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).

Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :

· Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.

· Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.

· Berikan oksigenasi.

· Awasi tekanan darah

· Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.

· Atasi shock

· Awasi kemungkinan munculnya kejang.



Penatalaksanaan lainnya:

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
Pemberian analgetika
Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK

Pemantauan TIK dengan ketat.
Oksigenisasi adekuat.
Pemberian manitol.
Penggunaan steroid.
Peningkatan kepala tempat tidur.
Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain

dukungan ventilasi.
Pencegahan kejang.
Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
Terapi anti konvulsan.
Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
Pemasangan selang nasogastrik.


Pengkajian Keperawatan

Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.


Aktivitas/ Istirahat

Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda : Perubahan kesehatan, letargi

Hemiparase, quadrepelgia

Ataksia cara berjalan tak tegap

Masalah dalam keseimbangan

Cedera (trauma) ortopedi

Kehilangan tonus otot, otot spastik

Sirkulasi

Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi)

Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia).

Integritas Ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif.

Eliminasi

Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.

Makanan/ cairan

Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.

Tanda : Muntah (mungkin proyektil)

Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).

Neurosensoris

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma

Perubahan status mental

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)

Wajah tidak simetri

Genggaman lemah, tidak seimbang

Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah

Apraksia, hemiparese, Quadreplegia

Nyeri/ Kenyamanan

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.

Tnda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

Pernapasan

Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak

Ronki, mengi positif

Keamanan

Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur/ dislokasi

Gangguan penglihatan

Gangguan kognitif

Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis

Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh

Interaksi Sosial

Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.



Diagnosa Keperawatan

Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d interupsi aliran darah
Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo bronkial
Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori, transmisi.
Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis, konflik psikologis.
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan.
Resiko infeksi b/d jaringan trauma, penurunan kerja silia, kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.

Marlyn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth, 2002,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa : Waluyo

Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.Made Karyasa, EGC,Jakarta.

NANDA, 2001-2002,Nursing Diagnosis: Definitions and Classification. Philadelphia,USA

Judith M Wilkinson, 2007, Buku Saku Daignosis Keperawatan: dengan intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC., Jakarta.

Arif Mansjoer, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius., Jakarta.

Marilynn E. Doengoes,1993, Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa : I Made Kariasa, S.Kep., Ni Made Sumarwati, S.Kep: EGC, Jakarta

Tulisan ini hanyalah sebagai bahan bacaan, bukan untuk “memudahkan” pembuatan LP, karena masih diperlukan kajian mendalam, sesuai dengan kasus yang dihadapi. Trauma kapitis tentu saja harus dijelaskan lebih terinci, perdarahan dan gangguan yang dialami oleh pasien, kasus kelolaan. Yang jelas, blog (blogspot, wordpress, dll) seperti ini tidak bisa masuk sebagai reference.

PEMASANGAN NGT

Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.



PERALATAN



Slang nasogastrik (ukuran 14-18 fr)

Pelumas/ jelly

Spuit berujung kateter 60 ml

Stetoskop

lampu senter/ pen light

klem

Handuk kecil

Tissue

Spatel lidah

Sarung tangan dispossible

Plester

Nierbekken

Bak instrumen



TUJUAN





memungkinkan dukungan nutrisi melalui saluran gastrointestinal

memungkinkan evakuasi isi lambung

menghilangkan mual




HASIL YANG DIHARAPKAN




Klien menambah berat badannya 1/2 sampai 1 kg per minggu

Klien tidak mempunyai keluhan mual atau muntah



PENGKAJIAN


Pengkajian harus berfokus pada:



Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang

Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada

Riwayat masalah sinus atau nasal

Distensi abdomen, nyeri atau mual



LANGKAH PELAKSANAAN



Cuci tangan dan atur peralatan

Jelaskan prosedur pada klien

Bantu klien untuk posisi semifowler

Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan kanan(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri)

Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta klien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas

Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam jangkauan klien

Gunakan sarung tangan

Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.
Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang slang dengan plester kecil

Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih

Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut

Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan

Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam

Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka mulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.

Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang

Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat digunakan untuk memfiksasi slang.




DOKUMENTASI

Catat hal-hal berikut pada lembar dokumentasi:



Tanggal dan waktu insersi slang

Warna dan jumlah drainase

ukuran dan tipe slang

Toleransi klien terhadap prosedur

Membuat Latar Belakang Penelitian

Menulis latar belakang, kadang sulit bagi mahasiswa yang tidak biasa menulis, utamanya dalam meulis skripsi. Berikut ini adalah panduan praktis membuat latar belakang.

Permasalahan Manajemen dan Riset
Permasalahan manajemen adalah permasalahan yang dihadapi secara langsung oleh pemasar, yang merupakan hal yang harus diatasi olehnya yang secara langsung akan mempengaruhi kinerja pemasaran. Permasalahan manajemen lebih bersifat teknis. Sedangkan permasalahan riset merupakan derivasi dari permasalahan manajemen, yang dirumuskan dan dijadikan acuan dasar dalam melakukan riset pemasaran.

Permasalahan dalam Riset
Permasalahan manajemen dan permasalahan riset seringkali dirumuskan dalam sub bab latar belakang masalah dan permasalahan, dalam sebuah proposal penelitian. Dalam sebuah riset akademik (skripsi, tesis atau disertasi), latar belakang masalah merupakan penggambaran akan mengapa masalah riset muncul dari sisi masalah manajemen yang muncul, disertai data, fakta atau kejadian yang muncul yang memperkuat latar belakang dan perumusan masalah. Disamping juga dalam perumusan masalah dalam latar belakang masalah periset juga harus memaparkan teori, prinsip atau kaidah teoritik lain yang dapat dijadikan sandaran berfikir dan merumuskan masalah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan latar belakang adalah :
1. Ancangan pembahasan
Ancangan yang dimaksud adalah darimanakah periset mengawali pembicaraan dalam kaitan dengan masalah riset yang dilakukan. Pengambilan ancangan yang tepat akan memberikan penggambaran yang tepat pula atas masalah yang diangkat oleh periset. Sangat direkomendasikan pembicaraan dalam latar belakang lebih fokus dan mendalam, tidak meluas tapi dangkal.
2. Alur logika pemikiran yang digunakan,
Alur logika pemikiran merupakan urutan berfikir penulis dalam menuangkan gagasan yang ingin disampaiakan yang tercermin dalam susunan kalimat-kalimat dan susunan paragraf-paragraf dalam latar belakang. Alur logika pemikiran yang digunakan khususnya dalam penulisan latar belakang menjadi penting diperhatikan. Hal ini agar arah pemikiran yang dikembangkan dalam latar belakang lebih mengarah, fokus, jelas dan mudah dipahami. Latar belakang yang tidak memiliki alur logika yang jelas akan sulit bagi pembaca mengenali masalah sebenarnya, memahami pesan yang ingin disampaikan dan bahkan akan mengaburkan masalah itu sendiri.
3. Penggunaan sumber teori sebagai dasar pemikiran,
Fungsinya selain akan menjadi sandaran berfikir namun juga hal tersebut akan menjadi indikator obyektifitas tulisan. umber teori merupakan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang disampaikan oleh seseorang yang biasanya dihasilkan dari riset. Semakin banyak teori yang digunakan maka, dalam batas tertentu, akan semakin meningkatkan obyektifitas riset, dan semakin kuat argumentasi yang dipaparkan oleh periset.
Penggunaan sumber teori secara eksplisit tercermin pada penggunaan kalimat yang diakhir kalimat dicantumkan nama penulis dan tahun penulisan, sebagai cerminan kalimat tersebut diambil dari penulis yang namanya disebutkan tersebut.
4. Penggunaan fakta dan data lingkungan
Penggunaan fakta dan data dalam perumusan latar belakang adalah penting untuk mengetahui indikator-indikator dari intensitas permasalahan yang dirumuskan oleh periset.Dari fakta dan data tersebut akan diketahui seberapa luas dan seberapa parah permasalahan riel yang ada. bsennya data dan fakta dalam perumusan masalah utamanya dalam latar belakang akan mengakibatkan permasalahan menjadi sangat umum, mengambang, tidak jelas dan tidak fokus.
5. Panjang dan kecukupan
Panjang atau pendeknya penggambaran memang sangat tergantung pada jenis permasalahan yang dihadapi, untuk kepentingan apa riset dilakukan dan tentunya ketersediaan halaman atau tempat dalam menuangkan gagasan. Namun demikian prinsip yang lazim digunakan adalah bahwa penggambaran identifikasi dan perumusan masalah sebagaimana dalam latarbelakang dan permasalahan riset harus secara cukup dan tuntas mengarahkan pembaca akan masalah riel apa yang dihadapi oleh periset dan mengapa muncul dan perlu diatasi atau diteliti.

Secara singkat dapat dijelaskan:
Di dalam latar belakang masalah, dikemukakan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, baik kesenjangan teoretik ataupun kesenjangan praktis yang melatarbelakangi masalah yang diteliti. Di dalam latar belakang masalah ini dipaparkan secara ringkas teori, hasil-hasil penelitian, kesimpulan seminar dan diskusi ilmiah ataupun pengalaman/pengamatan pribadi yang terkait erat dengan pokok masalah yang diteliti. Dengan demikian, masalah yang dipilih untuk diteliti mendapat landasan berpijak yang lebih kokoh.

JENIS CAIRAN INFUS DAN KEGUNAANNYA

ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:




Na 130 mEq

K 4 mEq

Cl 109 mEq

Ca 3 mEq

Asetat (garam) 28 mEq


Keunggulan:



Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati

Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus

Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran

Mempunyai efek vasodilator

Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral



KA-EN 1B
Indikasi:



Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)

< 24 jam pasca operasi

Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak

Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam


KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:



Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas

Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A

Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B


KA-EN MG3
Indikasi :



Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas

Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

Mensuplai kalium 20 mEq/L

Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L


KA-EN 4A
Indikasi :



Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak

Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal

Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik


Komposisi (per 1000 ml):



Na 30 mEq/L

K 0 mEq/L

Cl 20 mEq/L

Laktat 10 mEq/L

Glukosa 40 gr/L


KA-EN 4B
Indikasi:



Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun

Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia

Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik


Komposisi:



Na 30 mEq/L

K 8 mEq/L

Cl 28 mEq/L

Laktat 10 mEq/L

Glukosa 37,5 gr/L


Otsu-NS
Indikasi:



Untuk resusitasi

Kehilangan Na > Cl, misal diare

Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)


Otsu-RL
Indikasi:



Resusitasi

Suplai ion bikarbonat

Asidosis metabolik


MARTOS-10
Indikasi:



Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik

Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein

Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam

Mengandung 400 kcal/L


AMIPAREN
Indikasi:



Stres metabolik berat

Luka bakar

Infeksi berat

Kwasiokor

Pasca operasi

Total Parenteral Nutrition

Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit


AMINOVEL-600
Indikasi:



Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI

Penderita GI yang dipuasakan

Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)

Stres metabolik sedang

Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)


PAN-AMIN G
Indikasi:



Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan

Nitrisi dini pasca operasi

Tifoid

SUMBER KLIK DISINI

DIAGNOSA KEPERAWATAN

PENGERTIAN

Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA).

Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.



KOMPONEN DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Rumusan diagnosis keperawatan mengandung tiga komponen utama, yaitu :

1. Problem (P/masalah), merupakan gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat diberikan. Masalah adalah kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak terjadi.

Tujuan : menjelaskan status kesehatan klien atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Diagnosis keperawatan disusun dengan menggunakan standart yang telah disepakati (NANDA, Doengoes, Carpenito, Gordon, dll), supaya :

Perawat dapat berkomunikasi dengan istilah yang dimengerti secara umum
Memfasilitasi dan mengakses diagnosa keperawatan
Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah keperawatan dengan masalah medis
Meningkatkan kerjasama perawat dalam mendefinisikan diagnosis dari data pengkajian dan intervensi keperawatan, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
2. Etiologi (E/penyebab), keadaan ini menunjukkan penyebab keadaan atau masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan. Penyebabnya meliputi : perilaku, lingkungan, interaksi antara perilaku dan lingkungan.

Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi :

Patofisiologi penyakit : adalah semua proses penyakit, akut atau kronis yang dapat menyebabkan / mendukung masalah.
Situasional : personal dan lingkungan (kurang pengetahuan, isolasi sosial, dll)
Medikasi (berhubungan dengan program pengobatan/perawatan) : keterbatasan institusi atau rumah sakit, sehingga tidak mampu memberikan perawatan.
Maturasional :
Adolesent : ketergantungan dalam kelompok

Young Adult : menikah, hamil, menjadi orang tua

Dewasa : tekanan karier, tanda-tanda pubertas.

3. Sign & symptom (S/tanda & gejala), adalah ciri, tanda atau gejala, yang merupakan informasi yang diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan.

Jadi rumus diagnosis keperawatan adalah : PE / PES.



PERSYARATAN PENYUSUNAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Perumusan harus jelas dan singkat dari respon klien terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi

2. Spesifi dan akurat (pasti)

3. Dapat merupakan pernyataan dari penyebab

4. Memberikan arahan pada asuhan keperawatan

5. Dapat dilaksanakan oleh perawat

6. Mencerminan keadaan kesehatan klien.



HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENENTUKAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Berorientasi kepada klien, keluarga dan masyarakat

2. Bersifat aktual atau potensial

3. Dapat diatasi dengan intervensi keperawatan

4. Menyatakan masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat, serta faktor-faktor penyebab timbulnya masalah tersebut.



ALASAN PENULISAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif

2. Memberikan kesatuan bahasa dalam profesi keperawatan

3. Meningkatkan komunikasi antar sejawat dan profesi kesehatan lainnya

4. Membantu merumuskan hasil yang diharapkan / tujuan yang tepat dalam menjamin mutu asuhan keperawatan, sehingga pemilihan intervensi lebih akurat dan menjadi pedoman dalam melakukan evaluasi

5. Menciptakan standar praktik keperawatan

6. Memberikan dasar peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.



PROSES PENYUSUNAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Klasifikasi & Analisis Data

Pengelompokkan data adalah mengelompokkan data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Pengelmpkkan data dapat disusun berdasarkan pola respon manusia (taksonomi NANDA) dan/atau pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982);

Respon Manusia (Taksonomi NANDA II) :

Pertukaran
Komunikasi
Berhubungan
Nilai-nilai
Pilihan
Bergerak
Penafsiran
Pengetahuan
Perasaan
Pola Fungsi Kesehatan (Gordon, 1982) :

Persepsi kesehatan : pola penatalaksanaan kesehatan
Nutrisi : pola metabolisme
Pola eliminasi
Aktivitas : pola latihan
Tidur : pola istirahat
Kognitif : pola perseptual
Persepsi diri : pola konsep diri
Peran : pola hubungan
Seksualitas : pola reproduktif
Koping : pola toleransi stress
Nilai : pola keyakinan
2. Mengindentifikasi masalah klien

Masalah klien merupakan keadaan atau situasi dimana klien perlu bantuan untuk mempertahankan atau meningkatkan status kesehatannya, atau meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan oleh perawat sesuai dengan kemampuan dan wewenang yang dimilikinya

Identifikasi masalah klien dibagi menjadi : pasien tidak bermasalah, pasien yang kemungkinan mempunyai masalah, pasien yang mempunyai masalah potensial sehingga kemungkinan besar mempunyai masalah dan pasien yang mempunyai masalah aktual.

Menentukan kelebihan klien
Apabila klien memenuhi standar kriteria kesehatan, perawat kemudian menyimpulkan bahwa klien memiliki kelebihan dalam hal tertentu. Kelebihan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan atau membantu memecahkan masalah yang klien hadapi.

Menentukan masalah klien
Jika klien tidak memenuhi standar kriteria, maka klien tersebut mengalami keterbatasan dalam aspek kesehatannya dan memerlukan pertolongan.

Menentukan masalah yang pernah dialami oleh klien
Pada tahap ini, penting untuk menentukan masalah potensial klien. Misalnya ditemukan adanya tanda-tanda infeksi pada luka klien, tetapi dari hasil test laboratorium, tidak menunjukkan adanya suatu kelainan. Sesuai dengan teori, maka akan timbul adanya infeksi. Perawat kemudian menyimpulkan bahwa daya tahan tubuh klien tidak mampu melawan infeksi.

Penentuan keputusan
- Tidak ada masalah, tetapi perlu peningkatan status dan fungsi (kesejahteraan) : tidak ada indikasi respon keperawatan, meningkatnya status kesehatan dan kebiasaan, serta danya inisiatif promosi kesehatan untuk memastikan ada atau tidaknya masalah yang diduga.

- Masalah kemungkinan (possible problem) : pola mengumpulkan data yang lengkap untuk memastikan ada atau tidaknya masalah yang diduga

- Masalah aktual, resiko, atau sindrom : tidak mampu merawat karena klien menolak masalah dan pengobatan, mulai untuk mendesain perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk mencegah, menurunkan, atau menyelesaikan masalah.

- Masalah kolaboratif : konsultasikan dengan tenaga kesehatan profesional yang ompeten dan bekerja secara kolaboratif pada masalah tersebut. Masalah kolaboratif adalah komplikasi fisiologis yang diakibatkan dari patofisiologi, berhubungan dengan pengobatan dan situasi yang lain. Tugas perawat adalah memonitor, untuk mendeteksi status klien dan kolaboratif dengan tenaga medis guna pengobatan yang tepat.

3. Memvalidasi diagnosis keperawatan

Adalah menghubungkan dengan klasifikasi gejala dan tanda-tanda yang kemudian merujuk kepada kelengkapan dan ketepatan data. Untuk kelengkapan dan ketepatan data, kerja sama dengan klien sangat penting untuk saling percaya, sehingga mendapatkan data yang tepat.

Pada tahap ini, perawat memvalidasi data yang ada secara akurat, yang dilakukan bersama klien/keluarga dan/atau masyarakat. Validasi tersebut dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang reflektif kepada klien/keluarga tentang kejelasan interpretasi data. Begitu diagnosis keperawatan disusun, maka harus dilakukan validasi.

4. Menyusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritasnya

Setelah perawat mengelompokkan, mengidentifikasi, dan memvalidasi data-data yang signifikan, maka tugas perawat pada tahap ini adalah merumuskan suatu diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan dapat bersifat aktual, resiko, sindrom, kemungkinan dan wellness.

Menyusun diagnosis keperawatan hendaknya diurutkan menurut kebutuhan yang berlandaskabn hirarki Maslow (kecuali untuk kasus kegawat daruratan — menggunakan prioritas berdasarkan “yang mengancam jiwa”) :

Berdasarkan Hirarki Maslow : fisiologis, aman-nyaman-keselamatan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri
Griffith-Kenney Christensen : ancaman kehidupan dan kesehatan, sumber daya dan dana yang tersedia, peran serta klien, dan prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.


KATEGORI DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Diagnosis Keperawatan Aktual

Diagnosis keperawatan aktual (NANDA) adalah diagnosis yang menyajikan keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan karakteristik mayor yang diidentifikasi. Diagnosis keperawatan mempunyai empat komponen : label, definisi, batasan karakteristik, dan faktor yang berhubungan.

Label merupakan deskripsi tentang definisi diagnosis dan batasan karakteristik. Definisi menekankan pada kejelasan, arti yang tepat untuk diagnosa. Batasan karakteristik adalah karakteristik yang mengacu pada petunjuk klinis, tanda subjektif dan objektif. Batasan ini juga mengacu pada gejala yang ada dalam kelompok dan mengacu pada diagnosis keperawatan, yang teridiri dari batasan mayor dan minor. Faktor yang berhubungan merupakan etiologi atau faktor penunjang. Faktor ini dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan. Faktor yang berhubungan terdiri dari empat komponen : patofisiologi, tindakan yang berhubungan, situasional, dan maturasional.

Contoh diagnosis keperawatan aktual : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan transport oksigen, sekunder terhadap tirah baring lama, ditandai dengan nafas pendek, frekuensi nafas 30 x/mnt, nadi 62/mnt-lemah, pucat, sianosis.

2. Diagnosis Keperawatan Resiko

Diagnosis keperawatan resiko adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga atau komunitas yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir sama.

Validasi untuk menunjang diagnosis resiko adalah faktor resiko yang memperlihatkan keadaan dimana kerentanan meningkat terhadap klien atau kelompok dan tidak menggunakan batasan karakteristik. Penulisan rumusan diagnosis ini adalag : PE (problem & etiologi).

Contoh : Resiko penularan TB paru berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko penularan TB Paru, ditandai dengan keluarga klien sering menanyakan penyakit klien itu apa dan tidak ada upaya dari keluarga untuk menghindari resiko penularan (membiarkan klien batuk dihadapannya tanpa menutup mulut dan hidung).

3. Diagnosis Keperawatan Kemungkinan

Merupakan pernyataan tentang masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama adanya faktor resiko.

Contoh : Kemungkinan gangguan konsep diri : gambaran diri berhubungan dengan tindakan mastektomi.

4. Diagnosis Keperawatan Sejahtera

Diagnosis keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis mengenai individu, kelompok, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik. Cara pembuatan diagnsosis ini adalah dengan menggabungkan pernyataan fungsi positif dalam masing-masing pola kesehatan fungsional sebagai alat pengkajian yang disahkan. Dalam menentukan diagnosis keperawatan sejahtera, menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi yang positif.

Sebagai contoh, pasangan muda yang kemudian menjadi orangtua telah melaprkan fungsi positif dalam peran pola hubungan. Perawat dapat memakai informasi dan lahirnya bayi baru sebagai tambahan dalam unit keluarga, untuk membantu keluarga mempertahankan pola hubungan yang efektif.

Contoh : perilaku mencari bantuan kesehatan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang peran sebagai orangtua baru.

5. Diagnosis Keperawatan Sindrom

Diagnosis keperawatan sindrom merupakan diagnosis keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosis keperawatan aktual atau resiko, yang diduga akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.

Contoh : sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.



MASALAH KOLABORATIF

Masalah kolaboratif adalah masalah yang nyata atau resiko yang mungkin terjadi akibat komplikasi dari penyakit atau dari pemeriksaan atau akibat pengobatan, yang mana masalah tersebut hanya bisa dicegah, diatasi, atau dikurangi dengan tindakan keperawatan yang bersifat kolaboratif. Label yang digunakan adalah : Potensial Komplikasi (PK).



MENCEGAH KESALAHAN DALAM MEMBUAT DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Tidak menggunakan istilah medis. Jika harus, hanya sebatas memperjelas, dengan diberi pernyataan `sekunder terhadap`.

Ex : mastektomi b.d kanker

2. Tidak merumuskan diagnosis keperawatan sebagai suatu diagnosa medis

Ex : Resiko pneumonia

3. Jangan merumuskan diagnosis keperawatan sebagai suatu intervensi keperawatan

Ex : Menggunakan pispot sesering mungkin b.d dorongan ingin berkemih

4. Jangan menggunakan istilah yang tidak jelas. Gunakan istilah / pernyataan yang lebih spesifik.

Ex : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d kesulitan bernafas

5. Jangan menulis diagnosis keperawatan yang mengulangi instruksi dokter

Ex : Instruksi untuk puasa

6. Jangan merumuskan dua masalah pada saat yang sama

Ex : Nyeri dan takut b.d prosedur operasi

7. Jangan menghubungkan masalah dengan situasi yang tidak dapat diubah

Ex : Resiko cedera b.d kebutaan

8. Jangan menuliskan etiologi atau tanda/gejala untuk masalah

Ex : Kongesti paru b.d tirah baring lama

9. Jangan membuat asumsi

Ex : Resiko perubahan peran b.d tidak berpengalaman menjadi ibu baru.

10. Jangan menulis pernyataan yang tidak bijaksana secara hukum

Ex : Kerusakan integritas kulit b.d posisi klien tidak diubah setiap 2 jam.



DOKUMENTASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Gunakan format PES untuk semua masalah aktual dan PE untuk masalah resiko

2. Catat diagnosis keperawtaan resiko ke dalam format diagnosis keperawatan

3. Gunakan istilah diagnosis keperawatan yang ada dalam NANDA ( terbaru : 2007 – 2008 )

4. Mulai pernyataan diagnosis keperawatan dengan mengidentifikasi informasi tentang data untuk diagnosis keperawatan

5. Masukkan pernyataan diagnosis keperawatan ke dalam daftar masalah

6. Hubungkan setiap diagnosis keperawatan ketika menemuan masalah perawatan

7. Gunakan diagnosis keperawatan sebagai pedoman untuk pengkajian, perencanaan, intervensi dan evaluasi.



Tujuan Dokumentasi Diagnosis Keperawatan :

1. Mengkomunikasikan masalah klien pada tim kesehatan

2. Mendemonstrasikan tanggung jawab dalam identifikasi masalah klien

3. Mengidentifikasi masalah utama untuk perkembangan intervensi keperawatan.



Diagnosis keperawatan saat ini dapat mengacu ke NANDA 2007-2008 dengan beberapa revisi diagnosis, contohnya:

“Gangguan pola tidur” (2005-2006) menjadi “Insomnia” (2007-2008).

Selain itu terdapat juga diagnosis keperawatan yang baru, diantaranya untuk peningkatan gula darah.

SUMBER KLIK DISINI

Konsep Praktek Klinik Keperawatan

Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya.(Nursalam,M.Nurs, 2002 : 81)

Menurut CHS (1983) praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika, biomedik, perilaku dan sosial) dan ilmu keperawatan dasar, klinik dan komunitas sebagai landasan untuk melakukan asuhan keperawatan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Klinik adalah rumah sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan memperoleh advis medis serta tempat mahasiswa kedokteran melakukan pengamatan terhadap kasus penyakit yang diderita para pasien.( Poerwodarminto, 2002)

Jadi praktek klinik keperawatan adalah tindakan mandiri yang dilakukan mahasiswa keperawatan di rumah sakit melalui kerjasama berbentuk kolaburasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya.

ICN mendefinisikan praktek keperawatan sebagai cara untuk membantu individu atau kelompok mempertahankan atau mencapai kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan yang mengkaji status kesehatan klien,menetapkan diagnosa keperawatan, rencana, tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan dan mengevaluasi respon klien terhadap intervensi yang di berikan. (Nursalam,M.Nurs, 2002 : 81)

SUMBER KLIK HERE

HAK PASIEN DAN PERAWAT

Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas. Setiap manusia mempunyai hak asasi untuk berbuat, menyatakan pendapat, memberikan sesuatu kepada orang lain dan menrima sesuatu dari orang lain atau lembaga tertentu. Hak tersebut dapat dimiliki oleh setiap orang. Dalam menuntut suatu hak, tanggung jawab moral sangat diperlukan agar dapat terjalin suatu ikatan yangmerupakan kontrak sosial, baik tesurat maupun yang tersirat, sehingga segala sesuatunya dapat memberikan dampak positif.

Semakin baik kehidupan seseorang atau masyarakat, semakin perlu pula pemahaman tentang hak-hak tersebut agar terbentuyk sikap saling menghargai hak-hak orang lain dan tercipta kehidupan yang damai dan tentram.

Hak-hak pasien dan perawat pada prinsipnya tidak terlepas pula dengan hak-hak manusia atau lebih dasar lagi hak asasi manusia. Hak asasi manusia tidak tanpa batas dan merupakan kewajiban setiap negara/pemerintah untuk menentukan batas-batas kemerdekaan yang dapat dilaksanakan dan dilindungi dengan mengutamakan kepentingan umum.

Menurut sifatnya hak asasi manusia dibagi dalam beberapa jenis :

1. Personal Rights (hak-hak asasi pribadi)

Meliputi kemerdekaan menyatakan pendapat dan memeluk agama, kebebasan bergerak, dsb.

2. Property Rights (Hak untuk memiliki sesuatu)

Meliputi hak untuk membeli, menjual barang miliknya tanpa dicampuri secara berlebihan oleh pemerintah termasuk hak untuk mengadakan suatu perjanjian dengan bebas.

3. Rights of legal aquality

Yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dan sederajat dalam hukum dan pemerintahan.

4. Political Rights (hak asasi politik)

Yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan dengan ikut memilih atau dipilih, mendirikan partai politik, mengadakan petisi, dll.

5. Social and Cultural Rights (hak asasi sosial dan kebudayaan), diantaranya hak untuk memilih pendidikan serta mengembangkan kebudayaan yang disukai.

6. Procedural Rights, yaitu hak untuk memperoleh tata cara peradilan dan jaminan perlindungan misalnya dalam hal penggeledahan dan peradilan.

Dalam UUD 1945 baik pada pembukaan maupun batang tubuh telah diuraikan dengan jelas beberapa hak asasi manusia. Pada pembukaan disebutkan hak kemerdekaan, hak asasi ekonomi berupa kemakmuran dan hak asasi sosial serta kebudayaan. Kemudian dalam batang tubuh terdapat dalam pasal-pasal :

1. Pasal 27 (persamaan dalam hukum dan penghidupan yang layak)

2. Pasal 28 (beserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tulisan

3.Pasal 29 ( kebebasan beragama)

4.Pasal 31 ( mendapatkan pengajaran)

5. Pasal 32 (perlindungan bersifat kultural)

6. Pasal 33 (ekonomi)

7.Pasal 34 ( kesejahteraan sosial)

Hak menurut C. Fagin ( 1975) mengemukakan bahwa hak adalah tuntutan terhadap sesuatu, dimana seseorang berhak seperti kekuasaan dan hak-hak istimewa yang berupa tuntutan yang berdasarkan keadilan, moralitas atau legalitas.

Hak dapat dipandang dari sudut hukum dan pribadi. Dari sudut hukum hak mempunyai atau memberi kekuasaan tertentu untuk mengendalikan sesuatu. Ex. Seseorang mepunyai hak untuk masuk restoran dan membeli makanan yang diinginkannya. Dalam hal ini jika ditinjau dari sudut hukum orang yang bersangkutan mempunyai kewajiban tertentu yang menyertainya yaitu orang tersebut diharuskan untuk berprilaku sopan dan membayar makanan tersebut. Dari sudut pribadi mempunyai hal yang harus diperhatikan yaitu pertimbangan etis, cara seseorang mengatur kehidupannya, keputusan yang dibuat berdasarkan konsep benar salah, baik buruk yang ada dilingkungan tempat ia hidup dan tinggal dalam kurun waktu tertentu.

Peranan hak-hak.

1. Hak dapat digunakan sebagai pengekspresian kekuasaan dalam konflik antara seseorang dengan kelompok

Contoh :

Seorang dokter mengatakan pada perawat bahwa ia mempunyai hak untuk menginstruksikan pengobatan yang ia inginkan untuk pasiennya. Disini terlihat bahwa dokter tersebut mengekspresikan kekuasaannnya untuk menginstruksikan pengobatan terhadap pasien, hal ini mmerupakan haknya selaku penanggung jawab medis.

2. Hak dapat digunakan untuk memberikan pembenaran pada suatu tindakan.

Contoh :

Seorang perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatannya mendapat kritikan karena terlalu lama menghabiskan waktunya bersama pasien. Perawat tersebut dapat mengatakan bahwa ia mempunyai hak untuk memberikan asuhan keperawatan yang terbaik untuk pasien sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini, perawat tersebut mempunayi hak melakukan asuhan keperawatan sesuai denga kondisi dan kebutuhan pasien.

3. Hak dapat digunakan untuk menyelesaikan perselisihan. Seseorang seringkali dapat menyelesaikan suatu perselisihan dengan menuntut hak yang juga dapat diakui oleh orang lain.

Contoh :

Seorang perawat menyarankan pada pasien agar tidak keluar ruangan selama dihospitalisasi. Pada situasi tersebut pasien marah karena tidak setuju dengan saran perawat dan pasien tersebut mengatakan pada perawat bahwa ia juga mempunyai hak untuk keluar dari ruanagan bilamana ia mau. Dalam hal ini, perawat dapat menerima tindakan pasien sepanjang tidak merugikan kesehatan pasien. Bila tidak tercapai kesepakatan karena membatasi pasien, berarti ia mengingkari kebebasan pasien.

Jenis-jenis hak :

1.Hak untuk memilih/kebebasan

Yaitu hak orang-orang untuk hidup sesuai dengan pilihannya dalam batas-batas yang telah ditentukan.

Contoh :

Seorang perawat wanita yang bekerja dirumah sakit dapat mempergunakan seragam yang diiginkan (haknya) asalkan berwarna putih bersih dan sopan sesuai dengan batas-batas. Batas-batas ini merupakan kebijakan RS dan suatu norma yang ditetapkan perawat.

2. Hak kesejahteraan

Yaitu hak-hak yang diberikan secara hukum untuk untuk hal-hal yang merupakan standar keselamatan spesifik dalam suatu bangunan atau wilayah tertentu.

Contoh :

Hak pasien untuk memperoleh asuhan keperawatan, hak penduduk memperoleh air bersih, dan lain-lain.

3. Hal legislatif

Yaitu hak yang diterapkan oleh hukum berdasarkan konsep keadilan.

Contoh :

Seorang wanita mempunyai hak legal untuk tidak diperlakukan semena-mena oleh suaminya.

Bandman dan Bandman (1986) menyatakan bahwa hak legislatif mempunyai 4 peranan dimasyarakat yaitu membuat peraturan, mengubah peraturan, membatasi moral terhadap peraturan yang tidak adil, memberikan keputusan pengadilan atau menyelesaikan perselisihan.


5 syarat yang mempengaruhi penentuan hak-hak seseorang (Bandman and Bandman, 1985)

1. Kebebasan untuk menggunakan hak yang dipilih oleh seseorang lain, orang yang bersangkutan tidak disalahkan atau dihukum karena menggunakan atau tidak menggunakan hak tersebut.

Contoh :

Pasien mempunyai hak untuk pengobatan yang ditetapkan oleh dokter, tapi dia mempunyai hak untuk menerima atau menolak pengobatan tersebut.

2. Seseorang mempunyai tugas untuk memberikan kemudahan bagi orang lain untuk menggunakan hak-haknya.

Contoh :

Perawat mempunyai tugas untuk meyakinkan dan melindungi hak paisen untuk mendapatkan pengobatan.

3. Hak harus sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, yaitu persamaan, tidak memihak dan kejujuran.

Contoh :

Semua pasien mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.

4.Hak untuk dapat dilaksanakan.

Contoh :

Dibeberapa Rs, para penentu kebijakan mempunyai tugas untuk memastikan bahwa pemberian hak-hak asasi manusia dilaksanakan untuk semua pasien.

5. Apabila hak seseorang bersifat membahayakan, maka hak tersebut dapat dikesampingkan atau ditolak dan orang tersebut akan diberi kompensasi atau pengganti.

Contoh :

Apabila nama pasien tertunda dari jadwal pembedahan dengan tidak disengaja, pasien dikompensasikan untuk ditempatkan bagian tertas dari daftar pembedahan berikutnya (bila terjadi kekeliruan).

Hak-hak pasien sekarang sudah sering dibicarakan, tumbuh dari mata rantai pasal 25 The United Nations Universal Declaration Of Human rights 1948; pasal 1 The United Nations International Convention Civil and Political Rights 1966 yaitu :

1.Hak memperoleh pemeliharaan kesehatan (the right to health care)

2.Hak menentukan nasib sendiri (the right to self determination)

Kemudian dari Deklarasi Hesinki, oleh The 18th World Medical Assembly, Finland 1964 muncul hak untuk memperoleh informasi (the right to informasi)

Ada 4 hak dasar yang dikemukakan oleh John F. Kennedy (1962) yaitu :

1. Hak mendapatkan perlindungan keamanan

2.Hak mendapat informasi

3. Hak memilih

4. Hak mendengar

Beberapa hak pasien yang dibahas disini adalah :

1.Hak memberikan consent (persetujuan)

Consent mengandung arti suatru tindakan atau aksi beralasan yang diberikan tanpa paksaan oleh seseorang yang memiliki pemgetahuan yang cukup tentang keputusan yang ia berikan, dimana secara hukum orang tersebut secara hukum mampu memberikan consent. Consent diterapkan pada prinsip bahwa setiap manusia dewasa mempunyai hak untuk menentukan apa yang harus dilakukan terhadapnya. Kriteria consent yang sah :

a. Tertulis

b.Ditandatangani oleh pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadapnya

c.Hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan

d.Memenuhi beberapa elemen penting : penjelasan kondisi, prosedur dan konsekuensinya, penanganan atau prosedur alternative, manfaat yang diharapkan, Tawaran diberikan oleh pasien dewasa yang secara fisik dan mental mampu membuat keputusan

2. Hak untuk memilih mati

Keputusan tentang kematian dibuat berdasarkan standar medis oleh dokter, salah satu kriteria kematian adalah mati otak atau brain death. Hak untuk memilih mati sering bertolak belakang dengan hak untuk tetap mempertahankan hidup.

Permasalahan muncul pada saat pasien dalam keadaan kritis dan tidak mamapu membuat keputusan sendiri tentang hidup dan matinya misal dalam keadaan koma. Dalam situasi inipasien hanya mampu mempertahankan hidup jika dibantu dengan pemasangan peralatan mekanik.

3. Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya

Yang dimaksudkan dengan golongan orang yang tidakberdaya disini adalah orang dengan gangguan mental dan anak-anak dibawah umur serta remaja dimana secara hukum mereka tidak dapat membuat keputusan tentang nasibnya sendiri, serta golongan usia lanjut yang sudah mengalami gangguan pola berpikir maupun kelemahan fisik.

4. Hak pasien dalam penelitian

Penelitian sering dilakukan dengan melibatkan pasien. Setiap penelitian misalnya penggunaan obat atau cara penanganan baru yang melibakan pasien harus memperhatikan aspek hak pasien. Sebelum pasien terlibat, kepada mereka harus diberikan informasi secara jelas tentang percobaan yang dilakukan, bahaya yang timbul dan kebebasan pasien untuk menolak atau menerima untuk berpartisipasi. Apabila perawat berpartisipasi dalam penelitian yang melibatkan pasien, maka perawat harus yakin bahwa hak pasien tidak dilanggar baik secara etik maupun hukum. Untuk itu perawat harus memahami hak-hak pasien : membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapat informasi yang lengkap, menghentikan partisipasi tanpa sangsi, mendapat privasi, bebas dari bahaya atau resiko cidera, percakapan tentang sumber-sumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.

Hak-hak yang dinyatakan dalam fasilitas asuhan keperawatan (Annas dan Healey, 1974), terdiri dari 4 katagori yanitu :

1.Hak kebenaran secara menyeluruh

2. Hak privasi dan martabat pribadi (kerahasiaan dan keamanannya)

3.Hak untuk memelihara pengambilan keputusan untuk diri sendiri sehubungan dengan kesehatan

4.Hak untuk memperoleh catatan medis baik selama dan sesudah dirawat di rumah sakit

PERNYATAAN HAK-HAK PASIEN

Pernyataan hak-hak pasien (Patient;s Bill of Rights) dikeluarkan oleh The American Hospital Association (AHA) pada tahun 1973 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pemahaman hak-hak pasien yang akan dirawat di RS.

1.Pasien mempunyai hak untuk mempertimbangkan dan menghargai asuhan keperawatan/keperawatan yang akan diterimanya.

2.Pasien berhak memperoleh informasi lengkap dari dokter yang memeriksanya berkaitan dengan diagnosis, pengobatan dan prognosis dalam arti pasien layak untuk mengerti masalah yang dihadapinya.

3.Pasien berhak untuk menerima informasi penting dan memberikan suatu persetujuan tentang dimulainya suatu prosedur pengobatan, serta resiko penting yang kemungkinan akan dialaminya, kecuali dalam situasi darurat.

4.Pasien berhak untuk menolak pengobatan sejauh diizinkan oleh hukum dan diinformasikan tentang konsekuensi tindakan yang akan diterimanya.

5.Pasien berhak mengetahui setiap pertimbangan dari privasinya yang menyangkut program asuhan medis, konsultasi dan pengobatan yang dilakukan dengan cermat dan dirahasiakan

6.Pasien berhak atas kerahasiaan semua bentuk komunikasi dan catatan tentang asuhan kesehatan yang diberikan kepadanya.

7.Pasien berhak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ketempat lain yang lebih lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan tersebut, dan RS yang ditunjuk dapat menerimanya.

8.Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang hubungan RS dengan instansi lain, seperti instansi pendidikan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan asuhan yang diterimanya.

9. Pasein berhak untuk memberi pendapat atau menolak bila diikutsertakan sebagai suatu eksperimen yang berhubungan dengan asuhan atau pengobatannya.

10.Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang pemberian delegasi dari dokternya ke dokter lainnya, bila dibutuhkan dalam rangka asuhannya.

11. Pasien berhak untuk mengetahui dan menerima penjelasan tentang biaya yang diperlukan untuk asuhan keehatannya.

12.Pasien berhak untuk mengetahui peraturan atau ketentuan RS yang harus dipatuhinya sebagai pasien dirawat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hak pasien :

1. Meningkatnya kesadaran para konsumen terhadap asuhan kesehatan dan lebih besarnya partisipasi mereka dalam perencanaan asuhan

2. Meningkatnya jumlah malpraktik yang terjadi dimasyarakat

3. Adanya legislasi (pengesahan) yang diterapkan untuk melindungi hak-hak asasi pasien

4. Konsumen menyadari tentang peningkatan jumlah pendidikan dalam bidang kesehatan dan penggunaan pasien sebagai objek atau tujuan pendidikan dan bila pasien tidak berpartisipai apakah akan mempengaruhi mutu asuhan kesehatan atau tidak.

Kewajiban Pasien :

Kewajiban adalah seperangkat tanggung jawab seseorang untuk melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan, agar dapat dipertanggungjawabkan sesuai sesuai dengan haknya.

1. Pasien atau keluarganya wajib menaati segala peraturan dan tata tertib yang ada diinstitusi kesehatan dan keperawatan yang memberikan pelayanan kepadanya.

2. Pasien wajib mematuhi segala kebijakan yanga da, baik dari dokter ataupun perawat yang memberikan asuhan.

3. Pasien atau keluarga wajib untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter atau perawat yang merawatnya.

4.Pasien atau keluarga yang bertanggungjawab terhadapnya berkewajiban untuk menyelesaikan biaya pengobatan, perawatan dan pemeriksaan yang diperlukan selama perawatan.

5. Pasien atau keluarga wajib untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan yang telah disetujuinya.

Hak – Hak Perawat
Sebagai tenaga profesional perawat mempunyai berbagai macam hak, seperti yang telah disebutkan dalam UU Kes. No. 23 tahun 1992 pasal 50 tentang pelaksanaan tugas tenaga kesehatan dan pasal 53 (ayat 1) tentang perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan, maka pengaturan hak dan kewajiban perawat dapat dijabarkan dari pasal-pasal ini.

Berikut ini akan dibahas beberapa hak-hak umum yang dimiliki perawat :

1.Hak perlindungan wanita

Jumlah perawat wanita sampai saat ini masih lebih banyak dari pada pria. Secara nasional hak dan peran wanita telah mendapat perhatian dari pemerintah seperti tercantum dalam GBHN (1980 telah disebutkan kedudukan wanita sebagai subjek pembangunan “ ………………. wanita merupakan mitra sejajar yang mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan kaum pria serta mempunyai peran sangat penting ……………….. “ Kemudian dalam Pelita V dikatakan: ……….. wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan ……………

Jadi keikutsertaan perawat dan sekaligus sebagian sebagai wanita dalam pembangunan kesehatan diakui cukup banyak tidak diragukan.

2. Hak berserikat dan berkumpul

Ini merupakan hak setiap warga negara seperti yang tertuang dalam UUD 1945. Hak perawat ini telah diwujudkan dengan terbentuknya organisasi profesi dengan menjadi anggota dan juga mengambil peran dalam aksi politik untuk mewakili keperawatan atau masyarakt sebagai penerima layanan kesehatan.

3. Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum.

Hak ini berkaitan dengan tugas atau tanggung jawab yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktik keperawatan. Dalam setiap pembuatan keputusan yang menyangkut nasib perawat, maka para perawat harus dilibatkan secara aktif sehingga pelanggaran hak tidak terjadi.

4.Hak mendapat upah yang layak

Perawat mempunyai hak untuk mendapat penghargaan secara ekonomi atau upah kerja. Penghargaan ini dapat berupa gaji bulanan, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, asuransi kesehatan, termasuk biaya bila sakit, melahirkan atau kecelakaan, upah hari libur, kenaikan gaji berkala dan jaminan pensiun.

Untuk menjalankan tugas keperawatan yang penuh resiko, perawat harus tetap mejaga kesehatannya sendiri, meningkatkan ilmu dan ketrampilan, mempunyai tempat tinggal yang layak yang semuanya membutuhkan biaya. Untuk itu upah yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan dan seimbang dengan tanggung jawabnya

5. Hak bekerja dilingkungan yang baik

Maksudnya lingkungan tersebut cukup aman, tidak mengancam keselamatan dan kesehatan fisik maupun mental. Lingkungan juga hatus mempunyai sarana dan peralatan yang memadai untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Perawat berhak untukbekerja sesuai jam kerja yang tepat dan tidak bekerja secara terus menerus tanpa memperhatikan istirahat atau melebihi jam kerja.

6. Hak terhadap pengembangan profesional

Dengan mengikuti pendidikan formal maupun kegiatan ilmiah seperti temu kerja, konferensi, seminar atau berbagai kursus singkat. Pendidikan berkelanjutan penting diikuti perawat agar mereka dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.

7. Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan

Standar yang baik akan membantu dalam mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas. Perawat juga mempunyai hak untuk menyusun rancangan hukum yang diajukan untuk melindungi perawat dan penerima jasa keperawatan.

Kewajiban perawat :

1. Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan

2. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan batas-batas kegunaannya

3.Menghormati hak-hak pasien

4. Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, bila yang bersangkutan tidak dapat mengatasinya

5. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan dengan keluarganya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan dan standar profesi yang ada

6. Memberikan kesempatan pada apsien untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan agamanya sepanjang tidak menganggu pasien lain

7. Berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan terkait lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada pasien

8.Memberikan informasi yang akurat tentang tindakana keperawatan yang diberikan pada pasien dan keluarganya sesuai dengan batas kemampuannya

9. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan demi kepuasan pasien

10.Membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan berkesinambungan

11. Mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan atau kesehatan secara terus menerus

12.Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan batas-batas kewenangannya

13.Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, kecuali jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang

14. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja

KONTRAK

Dalam setiap bentuk kerjasama dibutuhkan kontrak. 2 jenis kontrak yang paling banyak dilakukan dalam keperawatan adalah :

1. Kontrak antara perawat dengan pihak/ institusi yang mengerjakan perawat

2. Kontrak antara perawat dengan pasien

Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara dua atau lebih partai untuk mengerjakan atau tidak sesuatu. Kontrak dapat secara lisan atau tertulis. Kontrak secara hukum tidak berlaku apabila tidak dapat dipahami. Pada umumnya kontrak ditandatangani oleh dua pihak yang mengadakan perjanjian.

Perikatan/perjanjian dapat dikatakan sah bila memenuhi syarat :

1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus)

2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity)

3. Ada suatu hal tertentu dan ada suatu sebab yang halal

Sebelum menerima atau diterima bekerja disuatu tempat, perawat mempelajari dan menyetujui kontrak bila kedua belah pihak setuju. Kontrak perjanjian ini dapat meliputi berbagai hal misalnya gaji, jam kerja, liburan, asuransi kesehatan, ijin cuti dan lain-lain.

Kontrak perawat pasien dilakukan sebelum asuhan keperawatan diberikan. Perawat seringkali tidak melaksankan hal ini sehingga dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sering terjadi hal-hal yang tidak diiginkan kedua belah pihak.

Kontrak pada dasarnya dapat dipakai untuk melindungi hak-hak antara kedua belah pihak yang bekerja sama. Secara hukum antara kedua pihak dapat menggugat apabila rekanan kerjanya melanggar kontrak yang disepakati bersama.

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERAWAT DALAM PRAKTEK

Dalam tatanan klinis pada dasarnya ada 2 jenis tindakan yang dilakukan oleh perawat yaitu tindakan yang dilakukan berdasarkan pesanan dokter dan tindakan yang dilakukan secara mandiri. Tindakan yang berdasarkan pesanan dokter tidak dapat sepenuhnya secara hukum dibebankan kepada perawat sedangkan tindakan mandiri sepenuhnya dapat dibebankan pada perawat.

1. Menjalankan pesanan dokter dalam hal medis

Becker (1983) mengemukakan 4 hal yang harus ditanyakan perawat untuk melindungi mereka secara hukum :

a. Tanyakan setiap pesanan yang diberikan dokter

Jika pasien yang telah menerima injeksi im memberitahu perawat bahwa dokter telah mengganti pesanan dari obat injeksi ke obat oral, maka perawat harus memeriksa kembali pesanan sebelum meberikan obat.

b. Tanyakan setiap pesanan bila kondisi pasien telah berubah

Perawat bertanggung jawab untuk memberitahu dokter tentang setiap perubahan kondisi pasien. Misalnya bila seorang pasien yang menerima infus intravena tiba-tiba mengalami peningkatan kecepatan denyut nadi, nyeri dada dan batuk, perawat harus segera memberitahu dokter dan menanyakan kelanjutan pengaturan kecepatan tetesan infus.

c. Tanyakan dan catat pesanan verbal untuk mencegah kesalahan komunikasi.

Catat waktu/jam, tanggal, nama dokter, pesanan, keadaan yang harus diberitahukan dokter, baca kembali pesanan kepada dokter dan cata bahwa dokter telah menyepakati pesanannya seaktu diberikan.

d. Tanyakan pesanan, terutama bila perawat tidak pengalaman.

Hal ini memberikan tambahan tanggung jawab perawat dalam melatih diri membuat keputusan sewaktu melaksanakannya. Bagi perawat yang merasa tidak berpengalaman harus minta petunjuk baik dari perawat senior maupun dokter.

2. Melaksanakan intervensi keperawatan mandiri

a. Ketahui pembagian tugas mereka. Ini memudahkan perawat untuk berfungsi sesuai dengan tugas dan tahu apa yang diharapkan dan tidak diharapkan.

b. Ikuti kebijaksanaan dan prosedur yang ditetapkan ditempat kerja

c.Selalu identifikasi pasien, terutama sebelum melaksanakan intervensi utama.

d. Pastikan bahwa obat yang benar diberikan dengan dosis, waktu dan pasien yang benar.

e.Lakukan setiap prosedur secara tepat.

f. Catat semua pengkajian dan perawatan yang diberikan dengan cepat dan akurat.

g. Catat semua kecelakaan yang mengenai pasien. Catatan segera memudahkan untuk tetap melindungi kesejahteraan pasien, menganalisa mengapa kecelakaan terjadi dan mencegah pengulangan kembali.

h. Jalin dan pertahankan hubungan saling percaya yang baik dengan pasien.

i.Pertahankan kompetisi praktek keperawatan. Dengan tetap belajar, termasuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan klinis perkembangan jaman.

j. Mengetahui kekuatan dan kelemahan perawat.

k. Sewaktu mendelegasikan tanggung jawa keperawatan, pastikan orang yang diberi delegasi tugas mengetahui apa yang harus dikerjakan dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan.

l. Selalu wapada saat melakukan intervensi keperawatan dan perhatikan secara penuh setiap tugas yang dilaksanakan.

TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT PERAWAT

Tanggung jawab (responsibilitas) adalah eksekusi terhadap tugas-tugas yangberhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Pada saat memberikan obat perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan pasien akan obat tersebut, memberikannya dengan aman dan benar dan mengevaluai respons pasien terhadap obat tersebut. Perawat yang selalu bertanggung jawab dalam bertindak akan mendapatkan kepercayaan dari pasien karena melaksanakan tugas berdasarkan kode etiknya.

Tanggung jawab perawat secara umum :

1. Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya.

2. Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, prosedur atau obat-obatan tertentu dan melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang tepat ditempat tersebut.

3. Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi

4. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien dan memberi informasi yang biasanya diberikan oleh dokter.

5. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting kepada orang yang tepat.

Tanggung gugat (akuntabilitas) ialah mempertanggungjawabkan prilaku dan hasil-hasilnya yang termasuk dalam lingkup peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan periodik secara tertulis tentang prilku tersebut dan hasil-hasilnya. Perawat bertanggunggugat terhadap dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan mayarakat. Jika seorang perawat memberikan dosis obat yang salah kepada pasien, maka ia dapat digugat oleh pasien yang menerima obat tersebut, dokter yang memberikan instruksi, pembuat standar kerja dan masyarakat. Agar dapat bertanggung gugat perawat harus bertindak berdasarkan kode etik profesinya. Akuntabilitas dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas perawat dalam melakukan praktek. Akuntabilitas bertujuan untuk :

1. Mengevaluasi praktisi-praktisi profesional baru dan mengkaji ulang praktisi-prakstisi yang sudah ada.

2. Mempertahankan standar perawatan kesehatan

3. Memberikan fasilitas refleksi profesional, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi sebagai bagian dari profeional perawatan kesehatan

4.Memberi dasar untukmebuat keputusan etis.

TANGGUNG GUGAT PADA SETIAP TAHAP PROSES KEPERAWATAN

1. Tahap pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai tujuan mengumpulkan data.

Perawat bertanggunggugat untuk pengumpulan data/informasi, mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan. Pada saat mengkaji perawatbertanggung gugat untuk kesenjangan-kesenjangan dalam data atau data yang bertentangan, data yang tidak/kurang tepat atau data yang meragukan.

2. Tahap diagnosa keperawatan

DX merupakan keputusan profesional perawat menganalisa data dan merumuskan respon pasien terhadap masalah kesehatan baik aktual atau potensial.

Perawat bertanggunggugat untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-masalah kesehatan pasien seperti peryataan diagnostik. Masalah kesehatan yang timbul pada apsien apakah diakui oleh pasien atau hanya perawat. Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasan/kebudayan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah kesehatan. Pada waktu membuat keputusan para perawat bertanggung gugat untukmempertimbangkan latar belakang sosial budaya pasien.

3. Tahap perencanaan

Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan keperawatan.

Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi : penentuan prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatn. Langkah ini semua disatukan kedalam rencana keperawatan tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien. Pada tahap ini perawat juga bertanggunggugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertibangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.

4. Tahap implementasi

Implementasikeperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan dalambentuk tindakan-tindakan keperawatan.

Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan bekerjasama dengan orang lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang lain. Meskipun perawat mendelegasikan suatu kegiatan kepada oranglain, perawat tersebut harus masih tetap bertanggung gugat untuk tindakan yang didelegasikan dan tindakan pendelegasiannya itu sendiri. Perawat harus dapat memberi jawaban nalar tentang mengapa kegiatan tersebut didelegasikan, mengapa orang itu yang dipilih untuk melakkan kegiatan tersebut dan bagaimana tindakan yang didelegasikan itu dilaksanakan. Kegiatan keperawatan harus dicata setelah dilaksanakan, oleh sebab itu dibuat catatan tertulis.

5. Tahap evaluasi

Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan.

Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan. Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah dan mengapa ?

SUMBER KLIK DISINI

Keperawatan Sebagai Suatu Profesi

Keperawatan yang semula belum jelas ruang lingkupnya dan batasannya ,secara bertahap mulai berkembang.Keperawatan diartikan oleh pakar keperawatan dengan berbagai cara dalam berbagai bentuk rumusan,seperti oleh Florence Nightingale,Goodrich,Imogene King,Virginia Henderson,dsb.

PERAWAT

Sesuai PERMENKES RI NO.1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, dijelaskan PERAWAT adalah: Seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan,baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

PERAN PERAWAT

Peran : Seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Doheny ( 1982 )mengidentifikasi beberapa elemen peran Perawat Profesional, meliputi :Care Giver, Client Advocate, Counsellor, Educator, Collaborator, Coordinator, Change Agent, dan Consultant

FUNGSI PERAWAT

Fungsi : suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan perannya.

Kozier ( 1991 ) mengemukakan 3 ( tiga ) fungsi perawat : Fungsi Keperawatan mandiri ( independen ), Fungsi Keperawatan Ketergantungan ( dependen ), dan Fungsi Keperawatan kolaboratif ( interdependen ).

KEPERAWATAN

LOKAKARYA NASIONAL tentang KEPERAWATAN bulan JANUARI 1983 di JAKARTA merupakan awal diterimanya KEPERAWATAN SEBAGAI SUATU PROFESI.

KEPERAWATAN Adalah : suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif,ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Dari pengertian tersebut diatas ada 4 ( empat ) elemen utama ( mayor elements ) yang menjadi perhatian( concern),Yaitu : 1. Keperawatan adalah ilmu dan kiat -sains terapan ( applied science ) ,2. Keperawatan adalah profesi yang berorientasi pada pelayanan _ helping health illness problem, 3. Keperawatan mempunyai empat tingkat klien : individu,keluarga,kelompok, dan komunitas dan ,4. Pelayanan Keperawatan mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan-3th level preventions dengan metodologi proskep .

APA ITU PROFESI…????.

Beberapa pengertian profesi

1. Winsley (1964)

Profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan badan ilmu sebagai dasar untuk pengembangan teori yang sistematis guna menghadapi banyak tantangan baru, memerlukan pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan.

2. Schein E. H (1962)

Profesi merupakan suatu kumpulan atau set pekerjaan yang membangun suatu set norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang khusus di masyarakat.

3. Hughes,E.C ( 1963 )

Profesi merupakan suatu keahlian dalam mengetahui segala sesuatu dengan lebih baik dibandingkan orang lain (pasien).

Ciri-ciri profesi menurut Winsley,(1964 ):

1. Didukung oleh badan ilmu ( body of knowledge ) yang sesuai dengan bidangnya, jelas wilayah kerja keilmuannya dan aplikasinya.

2.Profesi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang terencana, terus menerus dan bertahap

3.Pekerjaan profesi diatur oleh kode etik profesi serta diakui secara legal melalui perundang-undangan

4.Peraturan dan ketentuan yag mengatur hidup dan kehidupan profesi (standar pendidikan dan pelatihan, standar pelayanan dan kode etik) serta pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dilakukan sendiri oleh warga profesi

Dikatakan juga oleh Shortridge,L.M ( 1985 ),Ciri-ciri profesi esensial suatu profesi adalah sbb:

1.Berorientasi pada pelayanan masyarakat

2.Pelayanan keperawatan yang diberikan didasarkan pada ilmu pengetahuan

3.Adanya otonomi

4.Memiliki kode etik

5. Adanya organisasi profesi.

Mari kita lihat apakah Keperawatan termasuk PROFESI..???

1. MEMPUNYAI BODY OF KNOWLEDGE

Tubuh pengetahuan yang dimiliki keperawatan adalah ilmu keperawatan ( nursing science ) yang mencakup ilmu – ilmu dasar ( alam, sosial, perilaku ),ilmu biomedik,ilmu kesehatan masyarakat,ilmu keperawatan dasar,ilmu keperawatan klinis dan ilmu keperawatan komunitas.

2. PENDIDIKAN BERBASIS KEAHLIAN PADA JENJANG PENDIDIKAN TINGGI.

Di Indonesia berbagai jenjang pendidikan telah dikembangkan dengan mempunyai standar kompetensi yang berbeda-beda mulai D III Keperawatan sampai dengan S3 akan dikembangkan.

3. MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT MELALUI PRAKTIK DALAM BIDANG PROFESI.

Keperawatan dikembangkan sebagai bagian integral dari Sistem Kesehatan Nasional. Oleh karena itu sistem pemberian askep dikembangkan sebagai bagian integral dari sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terdapat di setiap tatanan pelayanan kesehatan.

Pelayanan/ askep yang dikembangkan bersifat humanistik/menyeluruh didasarkan pada kebutuhan klien,berpedoman pada standar asuhan keperawatan dan etika keperawatan.

4. MEMILIKI PERHIMPUNAN/ORGANISASI PROFESI.

Keperawatan harus memiliki organisasi profesi,organisasi profesi ini sangat menentukan keberhasilan dalam upaya pengembangan citra keperawatan sebagai profesi serta mampu berperan aktif dalam upaya membangun keperawatan profesional dan berada di garda depan dalam inovasi keperawatan di Indonesia.

5. PEMBERLAKUAN KODE ETIK KEPERAWATAN.

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan ,perawat profesional selalu menunjukkan sikap dan tingkah laku profesional keperawatan sesuai kode etik keperawatan.

6. OTONOMI

Keperawatan memiliki kemandirian,wewenang, dan tanggung jawab untuk mengatur kehidupan profesi,mencakup otonomi dalam memberikan askep dan menetapkan standar asuhan keperawatan melalui proses keperawatan,penyelenggaraan pendidikan,riset keperawatan dan praktik keperawatan dalam bentuk legislasi keperawatan( KepMenKes No.1239 Tahun 2001 )

7. MOTIVASI BERSIFAT ALTRUISTIK

Masyarakat profesional keperawatan Indonesia bertanggung jawab membina dan mendudukkan peran dan fungsi keperawatan sebagai pelayanan profesional dalam pembangunan kesehatan serta tetap berpegang pada sifat dan hakikat keperawatan sebagai profesi serta selalu berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

DENGAN MELIHAT DEFINISI,CIRI PROFESI YANG TELAH DISEBUTKAN DIATAS DAPAT KITA ANALISIS BAHWA KEPERAWATAN DI INDONESIA DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI SUATU PROFESI.

SUMBER KLIK DISINI

Konsep model “Self Care Theory”

PENDAHULUAN
Keperawatan sebagai pelayanan profesional, dalam aplikasinya harus dilandasi oleh dasar keilmuan keperawatan yang kokoh. Dengan demikian perawat harus mampu berfikir logis, dan kritis dalam menelaah dan mengidentifikasi fenomena respon manusia. Banyak bentuk-bentuk pengetahuan dan ketrampilan berfikir kritis harus dilakukan pada setiap situasi klien, antara lain dengan menggunakan model-model keperawatan dalam proses keperawatan dan tiap model dapat digunakan dalam praktek keperawatan sesuai dengan kebutuhan.



Pemilihan model keperawatan yang tepat dengan situasi klien yang spesifik, memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang variabel-variabel utama yang mempengaruhi situasi klien. Langkah-langkah yang harus dilakukan perawat dalam memilih model keperawatan yang tepat untuk kasus spesifik adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan informasi awal tentang fokus kesehatan klien, umur, pola hidup dan aktifitas sehari-hari untuk mengidentifikasi dan memahami keunikan klien.

2. Mempertimbangkan model keperawatan yang tepat dengan menganalisa asumsi yang melandasi, definisi konsep dan hubungan antar konsep.



Dari beberapa model konsep, salah satu diantaranya adalah model “self care” yang diperkenalkan oleh Dorothea E. Orem. Orem mengembangkan model konsep keperawatan ini pada awal tahun 1971 dimana dia mempublikasikannya dengan judul “Nursing Conceps of Practice Self Care”. Model ini pada awalnya berfokus pada individu kemudian edisi kedua tahun 1980 dikembangkan pada multiperson’s units (keluarga, kelompok dan komunitas) dan pada edisi ketiga sebagai lanjutan dari tiga hubungan konstruksi teori yang meliputi : teori self care, teori self care deficit dan teori nursing system.






II. LANDASAN KONSEP MODEL / TEORI KEPERAWATAN “SELF CARE”

A. Pengertian

Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem’s adalah :

“Suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit” (Orem’s 1980).

Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.



B. Keyakinan dan nilai-nilai

1. Keyakinan Orem’s tentang empat konsep utama keperawatan adalah :

a. Klien : Individu atau kelompok yang tidak mampu secara terus menerus mempertahankan self care untuk hidup dan sehat, pemulihan dari sakit/trauma atau coping dan efeknya.

b. Sehat : Kemampuan individu atau kelompok memenuhi tuntutan self care yang berperan untuk mempertahankan dan meningkatkan integritas struktural fungsi dan perkembangan.

c. Lingkungan : Tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi kebutuhan keperluan self care dan perawat termasuk di dalamnya tetapi tidak spesifik.

d. Keperawatan : Pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau kegiatan yang dilakukan untuk membantu individu, keluarga dan kelompok masyarakat dalam mempertahankan seft care yang mencakup integrias struktural, fungsi dan perkembangan.

Berdasarkan keyakinan empat konsep utama diatas, Orem’s mengembangkan konsep modelnya hingga dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.








2. Tiga kategori self care

Model Orem’s, meyebutkan ada beberapa kebutuhan self care atau yang disebutkan sebagai keperluan self care (sefl care requisite), yaitu :

a. Universal self care requisite : Keperluan self care universal ada pada setiap manusia dan berkaitan dengan fungsi kemanusian dan proses kehidupan, biasanya mengacu pada kebutuhan dasar manusia. Universal self care requisite yang dimaksudkan adalah :

- Pemeliharaan kecukupan intake udara

- Pemeliharaan kecukupan intake cairan

- Pemeliharaan kecukupan intake makanan

- Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat

- Pemeliharaan keseimbangan antara solitut dan interaksi sosial

- Mencegah ancaman kehidupan manusia, fungsi kemanusiaan dan kesejahteraan manusia.

- Persediaan asuhan yang berkaitan dengan proses-proses eleminasi dan exrement.

- Meningkatkan fungsi human fungtioning dan perkembangan kedalam kelompok sosial sesuai dengan potensi seseorang, keterbatasan seseorang dan keinginan seseorang untuk menjadi normal.

b. Developmental self care requisite : terjadi berhubungan dengan tingkat perkembangan individu dan lingkungan dimana tempat mereka tinggal, yang berkaitan dengan perubahan hidup seseorang atau tingkat siklus kehidupan.

c. Health Deviation self care requisite : timbul karena kesehatan yang tidak sehat dan merupakan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi nyata karena sakit atau ketidakmampuan yang menginginkan perubahan dalam perilaku self care.



Orem’s mendiskripsikan dua kategori dibawah ini sebagai keperluan self care (self care requisites), dan ini timbul dari pengaruh peristiwa-peristiwa pada keperluan universal self care antara lain : Sewaktu ada keinginan untuk mengasuh dirinya sendiri dan seseorang itu mampu untuk menemukan keinginannya, maka self care itu dimungkinkan. Tetapi bila keinginan itu lebih besar dari kapasitas individual atau kemampuan untuk menemukannya, terjadilah ketidak seimbangan dan ini dikatakan sebagai self care deficit.



C. Tujuan

Tujuan keperawatan pada model Orem’s secara umum adalah :

1. Menurunkan tuntutan self care kepada tingkat dimana klien dapat memenuhinya, ini berarti menghilangkan self care deficit.

2. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan self care.

3. Memungkinkan orang yang berarti (bermakna) bagi klien untuk memberikan asuhan depenent (dependent care) jika self care tidak memungkinkan, oleh karenanya self care deficit apapun dihilangkan.

4. Jika ketiganya diatas tidak ada yang tercapai, perawat secara langsung dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan self care klien.

Tujuan kepewatan pada model Orem’s yang diterapkan kedalam praktek keperawatan keluarga /komunitas adalah :

1. Menolong klien dalam hal ini keluarga untuk keperawatan mandiri secara therapeutik.

2. Menolong klien bergerak kearah tindakan-tindakan asuhan mandiri

3. Membantu anggota keluarga untuk merawat anggota keluarganya yang mengalami gangguan secara kompeten.

Dengan demikian maka fokus asuhan keperawatan pada Model Orem’s yang diterapkan pada praktek keperawatan keluarga / komunitas adalah :

a. Aspek Interpersonal : Hubungan didalam keluarga

b. Aspek Sosial : Hubungan keluarga dengan masyarakat di sekitarnya.

c. Aspek Prosedural : Melatih ketrampilan dasar keluarga sehingga mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi.

e. Aspek Tehnis : Mengajarkan kepada keluarga tentang tehnik dasar yang dilakukan dirumah, misalnya melakukan tindakan kompres secara benar.






D. Pengetahuan dan Ketrampilan untuk Praktek

Perawat menolong klien untuk menemukan kebutuhan self care dengan menggunakan tiga kategori dalam system keperawatan dan melalui lima metode bantuan.



1. Kategoi Bantuan :

a. Wholly Compensatory : Bantuan secara keseluruhan, dibutuhkan untuk klien yang tidak mampu mengontrol dan memantau lingkungannya dan tidak berespon terhadap rangsangan.

b. Partially Compensatory : Bantuan sebagian, dibutuhkan bagi klien yang mengalami keterbatasan gerak karena sakit atau kecelakaan.

c. Supportive Education : Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukannya untuk dipelajari, agar mampu melakukan perawatan mandiri.



2. Metode Bantuan

Perawat membantu klien dengan menggunakan sistem dan melalui lima metode bantuan yang meliputi :

a. Acting atau melakukan sesuatu untuk klien

b. Mengajarkan klien

c. mengarahkan klien

d. Mensupport klien

e. Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan berkembang.



Untuk melaksanakan hal tersebut, lima area utama untuk praktek keperawatan di diskripsikan sebagai berikut :

a. Masuk kedalam dan memelihara hubungan perawat – klien dengan individu, keluarga atau kelompok sampai klien dapat diizinkan pulang dari perawatan.

b. Menetapkan jika dan bagaimana klien dapat dibantu melalui perawatan.

c. Merespon keperluan klien, keinginannya dan kebutuhannya untuk kontak dengan perawat dan asisten.

d. Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan keperawatan dan kehidupan sehari-hari klien, pelayanan kesehatan yang dibutuhkan atau diterima, atau pelayanan sosial dan penyuluhan yang dibutuhkan atau yang diterima.



III. PENUTUP

Dengan mempelajari model konsep / teori keperawatan sebagaimana disampaikan dimuka maka dapat disimpulkan betapa perawat harus memahami apa yang harus dilakukan secara tepat dan akurat sehingga klien dapat memperoleh haknya secara tepat dan benar. Asuhan keperawatan dengan pemilihan model konsep / teori keperawatan yang sesuai dengan karakteristik klien dapat memberikan asuhan keperawatan yang relevan.



Model konsep / teori keperawatan self care mempunyai makna bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk memperolehnya sendiri kecuali jika tidak mampu. Dengan demikian perawat mengakui potensi pasien untuk berpartisipasi merawat dirinya sendiri pada tingkat kemampuannya dan perawatan dapat menentukan tingkat bantuan yang akan diberikan.

Untuk dapat menerapkan model konsep / teori keperawatan ini diperlukan suatu pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam terhadap teori keperawatan sehingga diperoleh kemampuan tehnikal dan sikap yang terapeutik.








Ny. M. (48 tahun ), TB : 160 cm, BB : 70 Kg. Menikah selama 25 tahun dan janda sejak 6 bulan yang lalu. Ia seorang perokok, sehari menghabiskan 1 ½ bungkus, Ny. M dan suaminya menikmati aktifitas sosial seperti main bridge dan koleksi barang-barang antik. Sejak suaminya meningal ia tidak lagi melakukan aktifitas karena kurangnya keinginan / minat. Akhir-akhir ini dia tidak melakukan latihan secara teratur dan makan makanan fast food selama jam kerjanya dan bekerja 12 jam / hari serta makan hingga larut malam sebelum waktu istirahat.Ibu Ny. M meninggal karena stroke dan bapaknya meninggal karena serangan jantung saat usianya 50 tahun.



Hasil pemeriksaan tahunnya yang dilakukan dua minggu lalu :

Tanda – tanda vital : TD : 138/86 mm Hg, N : 92 x / mnt, P : 30 x/ mnt, Suhu : 98.40 F. Laboratorium : cholesterol dalam darah 280 mg/dl.

Dokter menganjurkan : untuk menurunkan berat badan sekitar 20 kg, tetapi mengingat bahwa dia memiliki pengetahuan yang tidak adekuat tentang dasar-dasar nutrisi dan tidak mempunyai motivasi untuk menurunkan berat badan, dia diramalkan kemungkinan menderita serangan jantung.



Pengkajian (Assessment) : Perawat mengumpulkan data meliputi 6 area, yaitu:

1. Status kesehatan perseorangan.

2. Pandangan dokter terhadap kesehatan individu

3. Pandangan individu terhadap kesehatan dirinya.

4. Tujuan kesehatan dalam konteks riwayat kehidupan, gaya hidup dan status kesehatan.

5. Memenuhi syarat personal untuk self care.

6. Kapasitas individu untuk melakukan self care.

Pengumpulan data meliputi pengetahuan individual, ketrampilan, motivasi dan orientasi. Dalam tahap ini perlu mencari jawaban terhadap pertanyaan di bawah ini :

1. Terapi apakah yang dibutuhkan untuk perawatan saat ini dan yang akan datang.

2. Apakah klien mempunyai kekurangan dalam memenuhi self care.

3. Jika ada, apa alasan dan latar belakang terjadinya kekurangan untuk self care.

4. Haruskah klien ditolong supaya tidak melakukan self care atau melindungi dengan segala kemampuan perkembangan self care untuk tujuan terapi.

5. Apakah yang menjadi potensial klien untuk melakukan self care dimasa yang akan datang.



A. Analisa Kasus

1. Personal faktor

Umur 48 tahun, perempuan, suku bangsa Italia, Janda, agama katolik, TB.160 Cm, BB : 70 Kg , pekerjaan staf pengajar di Universitas.

2. Kategori kebutuhan universal self care :

- Menampakkan tidak adekuatnya intake udara, air dan makanan., konsumsi jumlah kalori yang dibutuhkan, kolesterol 280 Mg / dl, makan sampai larut malam, banyak mengkonsumsi lemak.

- Ny. M. memperlihatkan ketidak seimbangan ativitas dan istirahat serta latihan, berkeja 12 jam / hari.

- Merokok 1 ½ bungkus perhari, mengkonsumsi makanan siap saji, penurunan interaksi sosial.

- Riwayat keluarga : Ibu Ny. M meninggal karena stroke, ayah meninggal karena serangan jantung pada usia 50 tahun.

- Ny. M kurang pengetahuan tentang faktor – faktor risiko dan gangguan fungsi kardiovaskuler.

3. Kategori Developmental Self Care :

- Tidak punya suami (widowed)

- Kurangnya aktivitas sosial

4. Kategori Health Deviation :

Risiko terjadi penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan kegemukan, perokok, peningkatan kolesterol, kurangnya latihan dan riwayat keluarga.

5. Masalah medis dan perencanaan :

Diagnosa obesitas dengan risiko untuk terjadi penyakit kardiovaskuler dan rendahnya motivasi untuk menurunkan berat badan. Anjuran Dokter : Memonitor kolesterol dan tanda-tanda vital, menurunkan intake kolesterol dan meningkatkan latihan.

6. Self care deficit :

Pengetahuan dasar dan gaya hidup Ny. M dapat meningkatkan risiko untuk serangan jantung atau stoke.



B. Proses Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan :

Risiko gangguan fungsi kardiovaskuler berhubungan dengan kurang pengetahuan klien yang dimanifestasikan dengan gaya hidup dan risiko serangan jantung atau stroke.

2. Rencana keperawatan :

- Tujuan : Menurunkan risiko terjadinya gangguan kardiovaskuler.

- Design Nursing System : Support – Education (Pendidikan Kesehatan

- Metode Bantuan : Memberikan pedoman, support, mengajarkan dan ketentuan pengembangan lingkungan.

3. Implementasi

Sepakati bersama untuk mencapai tujuan menurunkan kolesterol.

- Ny. M. mempunyai kemauan untuk memelihara diet makanan harian tiap 3 hari.

- Ny. M. mempunyai kemauan untuk mempelajari kolesterol dan pengaruhnya terhadap fungsi kasdiovaskuler.

- Ny. M. mempunyai kemauan untuk mengetahui kandungan kolesterol dalam fast foods.

- Ny. M. mempunyai kemauan untuk mempelajari jenis makanan rendah kolesterol dan bagaimana menurunkan kadar kolesterol.

- Menganalisa bersama makanan sehari-hari dan bagaimana mengkonsumsikannya.

- Menentukan bersama menu makanan.

4. Evaluasi

- Apakah Ny. M mengeti tentang gaya hidupnya dan risiko terjadinya serangan jantung atau stroke?

- Apakah Ny. M. telah memilih jenis makanan rendah kolesterol.

- Apakah kadar kolesterol Ny. M. sudah turun (normal).

- Apakah Ny. M. mengalami penurunan self care dificit.

- Apakah support educative system efektif dalam meningkatkan self care pada Ny. M.

SUMBER KLIK DISINI