September 11, 2008

TRAUMA GINJAL

Definisi

Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam.

Etiologi dan patofisiologi

Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu
1. Trauma tajam
2. Trauma iatrogenik
3. Trauma tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography, percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.
Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal. Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae, baik karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua, trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. Yang ketiga adalah keadaan patologis dari ginjal itu sendiri.
Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat maka kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang memiliki kelainan pada ginjalnya mudah terjadi trauma ginjal.

Klasifikasi

Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan pegangan dalam terapi dan prognosis.
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle :
Grade I
Lesi meliputi
• Kontusi ginjal
• Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem pelviocalices
• Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
 75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal




Grade II
Lesi meliputi
• Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine
• Sering terjadi hematom perinefron
 Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla
 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal

Grade III
Lesi meliputi
• Ginjal yang hancur
• Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
 5 % dari keseluruhan trauma ginjal

Grade IV
Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu
• Avulsi pada ureteropelvic junction
• Laserasi dari pelvis renal













BAB II
KELUHAN DAN GEJALA KLINIK

Pada trauma tumpul dapat ditemukan adanya jeja di daerah lumbal, sedangkan pada trauma tajam tampak luka.
Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal, ketegangan otot pinggang , sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat menyebar luas disertai tanda kehilangan darah merupakan petunjuk adanya cedera vaskuler.
Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian atas , dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa ditemukan adanya tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera Tr. Digestivus ditemukan adanya tanda rangsang peritoneum.
Fraktur costae terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat hematothoraks atau pneumothoraks?
Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih. Derajat hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bila tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.











BAB III
DIAGNOSTIK RADIOLOGI

Ada beberapa tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang dicurigai menderita trauma ginjal, yaitu
1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat dan menentukan prognosisnya
2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya

Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
Grade I
• Hematom minor di perinephric , pada IVP, dapat memperluhatkan gambaran ginjal yang abnomal
• Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak
• Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada parenkim atau terlihat mirip dengan kontusi ginjal
• Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah karena penderit grade I memang tidak memerlukan tindakan operasi .
• Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan diantara parenkim ginjal






Grade II
• Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi
• Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron.
• Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.
• Dengan pemeriksaan CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihats
• Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial daerah perinefron, dengan parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan kuat terjadinya avulsi ureteropelvic junction

Grade III
• Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
• Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana terlihat gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total
• Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A. Renalis. Angiografi dapat memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis.
• Viabilitas dari fragmen ginjal dapat dilihat secara angiografi. Arteriografi memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang terpisah cukup jauh.fragmen yang viabel akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik. Fragmen diantaranya berarti merupaka fragmen yang sudah tidak viable lagi.

Grade IV
• Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction.
• Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada derah perinefron tanpa pengisian ureter.
Sebagai kesimpulan, sampai sekarang belum ada pembatasan yang jelas kapan seorang penderita yang diduga trauma ginjal memerlukan IVP atau CT Scan sebagai pemeriksaan penunjangnya. Keputusan tersebut harus didasarkan kepada pemeriksaan manakah yang lebih tersedia.
CT San biasanya diambil sebagai pemeriksaan penunjang pertama pada psien yang mengalami trauma multiple organ intra abdomen, dan pasien yang diduga trauma ginjal Grade III atau IV.
CT Scan berfungsi sebagai pemeriksaan kedua setelah IVP pada pasien yang pada IVP memperlihtkan gambaran kerusakan luas parenkim ginjal dan pasien yang keadaan umumnya menurun.





















BAB IV
TERAPI DAN PROGNOSIS

Lesi minor, grade 1, biasanya diobati secara konservatif. Pengobatan konservatif tersebut meliputi istirahat di tempat tidur, analgesik untuk menghilangkan nyeri, serta observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi lokal, kadar hemoglobin, hematokrit serta sedimen urin.
Penanganan trauma ginjal grade 2 masih menimbulkan suatu kontroversi. Penenganan secara konservatif, seperti yang dipilih oleh kebanyakan dokter, mengandalkan kemampuan normal ginjal untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Penenganan secara operatif biasanya dilakukan apabila pasien tidak memberikan respond positif terhadap pengobatan konservatif, seperti kehilangan darah yang terus bertambah, bertambah besarnya massa pada regio flank, rasa sakit yang terus menerus dan disertai dengan adanya demam. Pengecualian dari indikasi diatas adalah oklusi pada A. Renalis ( grade 3 ). Tindakan konservatif ini dilakukan untuk menghindari dilakukannya tindakan nephrektomi. Sedangkan dokter yang memilih tindakan operatif secara dini mengemukakan bahwa finsidens terjadinya komplikasi lanjut dapat diturunkan dengan tindakan nephrektomi.
Penanganan trauma ginjal unuk grade 3 dan 4 memerlukan tindakan operatif berupa laparotomi.

SUMBER KLIK DISINI

1 komentar:

Ajier mengatakan...

daftar pustakanya kog gk da siiii...,